Thursday, March 22, 2012

Dia mencintai perempuan lain

Awal aku mengenal pria ini saat aku dan beberapa temanku melaksanakan ibadah Umroh. Niat aku melaksanakan ibadah umroh ini selain aku memang ingin berdoa untuk keselamatan keluargaku, yang paling utama adalah meminta petunjuk dari-Nya jodoh yang terbaik untukku karena aku sudah ingin menikah. Di usiaku pada saat itu adalah 25 tahun dan menurutku sudah cukup untuk berrumah tangga. Pada saat itu alhamdulillah aku sudah punya kekasih dan kami sudah cukup lama berpacaran. Kekasihku bekerja di Oil and Petroleum Company di Ibu Kota, sedangkan aku di Bandung - tempat dimana aku lahir dan dibesarkan. Kegiatan sehari-hariku setelah lulus kuliah dan mengecam title Sarjana adalah menjadi seorang penyiar Radio. Kecintaanku pada dunia entertainment sudah ada sejak aku duduk di sekolah tingkat menengah. Aku lebih menyukai bekerja sebagai penyiar fulltime ketimbang harus berada di sebuah kantor laboratorium Biologi dan meneliti sample. Mayoritas teman-teman perempuanku sudah mulai berrumah tangga dan aku ada sedikit kecemburuan terhadap mereka. Aku ingin hubungan dengan kekasihku ini berujung ke pelaminan. Tapi sayangnya, dengan kesibukan dia dan hubungan kami yang LDR (Long Distance Relationship) agak sulit waktu untuk bertemu, dan kami hanya bertemu di waktu weekend saja. Dia yang ke Bandung atau aku yang ke Jakarta.

Aku sudah mendambakan sebuah pesta pernikahan yang megah dan dihadiri teman-teman, keluarga-keluarga, dan kerabat-kerabatku tercinta. Aku sudah membayangkan akan seperti apa konsep pernikahannya dan pastinya aku sudah tidak sabar dengan gaun pengantin yang akan aku kenakan nanti. Semua hal itu selalu terngiang di malam hari sebelum tidur. Aku sangat exciting bila kekasihku datang melamar dan mewujudkan impian pernikahanku nanti. Aku sangat mencintainya dan ingin segera menjadi istrinya. Tapi, kenyataannya memang berbeda dengan apa yang aku bayangkan. Hubungan pacaran kami memang sudah cukup lama, namun tidak ada tanda-tanda darinya akan segera melamarku, bahkan untuk membicarakan jenjang pertunangan pun dia masih terlihat cuek. Yaahh.. Aku hanya bisa bersabar dan menunggu. Sampai suatu hari teman-temanku mengajak untuk ikut beribadah umroh yang kebetulan masih ada kursi kosong. Alhamdulillah, mungkin Tuhan juga sudah memanggilku untuk beribadah ke tanah suci dan memohon doa disana.

Sebelum berangkat ke tanah suci, kami berkumpul di asrama Haji Pondok Gede Bekasi. Begitu banyak jamaah dari berbagai kloter dan kota di Indonesia. Semua berkumpul bersama dalam satu tempat - laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, dewasa, sampai orangtua pun ada disana. Keadaannya memang terlihat hiruk pikuk sibuk dengan barang bawaan dan kegiatannya masing-masing. Tapi, dari sekian jamaah haji yang ada, aku melihat satu sosok pria dewasa dan entah kenapa aku melihat dia dengan postur tubuhnya yang tinggi tegap sambil membawakan tas yang aku pikir pada saat itu dia sedang membawakan tas istrinya, aku tiba-tiba lupa bahwa aku sudah memiliki kekasih. Aku suka pria itu dari pertama kali aku melihatnya. Sekilas aku ada pikiran mungkin dia jodohku. Aaahh ternyata hanya pikiran selewat saja. Dia sendiri pun mungkin tidak melihat pandanganku pada saat itu, karena aku lihat dia selalu berada dekat dengan istrinya, jadi mungkin tidak akan sempat melirik ke arahku. Dan pandanganku pun akhirnya aku buang karena takut ketahuan teman-teman ataupun istrinya itu. Tapi siapa sangka, ternyata teman-temanku memperhatikan ku sejak tadi. Mereka memperhatikan setiap gerak dan gerikku. Mereka ternyata bergosip membicarakanku yang tidak lepas pandangan dari pria tegap itu. Aah, malu rasanya saat itu kepergok oleh teman-teman sendiri. Lalu aku jujur sama teman-teman bahwa aku menyukai pria yang ada di sebrang tempat kami duduk. Pria yang selalu ada di dekat istrinya itu. Pria yang aku lihat sopan dan bertanggungjawab. Saat itu aku tidak berhenti menceritakan kepada teman-teman tentang pria yang sama sekali aku tidak kenal tapi aku begitu memuja nya. 

Sampai waktunya tiba kami harus melanjutkan perjalanan ke Bandara dan lalu ke Mekah. Sedih rasanya belum sempat berkenalan dengan pria itu. Tapi aku tidak pesimis begitu saja, sambil dzikir dan berdoa dalam hati semoga aku dipertemukan kembali dengan pria itu dan setidaknya bisa berkenalan. Aku tidak peduli dia sudah beristri, yang ingin aku lakukan hanya berkenalan saja, karena aku takut penasaran sampai sekembalinya ke Bandung. 

Selama di tanah suci Mekah, sambil terus beribadah dan berdoa untuk jodoh terbaikku, tidak lupa aku menyisipkan doa agar aku bisa diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan pria itu. Ironis memang, aku yang masih memiliki ikatan dengan pria yang sedang bekerja di Jakarta tetapi doaku lebih banyak aku panjatkan untuk bisa lebih dekat dengan pria tegap di asrama itu. Bayangannya selalu hadir selama menjalani ibadah umrohku, mungkin karena rasa penasaran belum sempat berkenalan pula jadi aku seperti ini. Hampir habis waktu ibadah umroh kami, tidak sehari pun aku dan teman-temanku bertemu lagi dengan pria itu. Aku pikir mungkin memang tidak berjodoh, tapi doaku tetap untuknya. 

Alhamdulillah, 10 hari menjalankan ibadah umroh pun selesai. Tidak terasa memang tahu-tahu sudah harus kembali ke tanah air. Rasa sedih pun masih aku rasakan karena selama di mekah tidak bertemu dengan pria itu. Yah.. cinta sesaat. Mungkin Tuhan ingin aku kembali memikirkan pasanganku yg berada di Jakarta itu. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, aku lebih banyak istirahat ketimbang ngobrol dengan teman-teman. Rasa lelah setelah beribadah umroh itu baru terasa saat di pesawat pulang. 

Sesampainya di tanah air, Alhamdulillah, Tuhan masih memberi kami umur. Kami selamat sampai tujuan dan kami siap melakukan aktivitas kembali. Sebelum kembali ke kota asal, semua jemaah pun di kumpulkan kembali di asrama Pondok Gede. Sempat tiba-tiba teringat keadaan 10 hari yang lalu, dimana aku melihat satu sosok pria dewasa yang selama 10 hari itu pula aku selalu membayangkannya. Entah ini jawaban dari doaku atau hanya sebuah kebetulan, tepat di sebrang tempat kami duduk aku melihat lagi sosok pria idamanku itu. Betapa senangnya hati ini dan terus berucap syukur Alhamdulillah aku dipertemukan kembali dengan pria ini. Dengan perasaan aku yang bercampur-campur, sambil memikirkan bagaimana caranya aku bisa berkenalan dengan pria itu. Aku tidak mau pulang ke Bandung menyisakan perasaan menyesal yang mendalam karena tidak ada keberanian untuk mengajak kenalan duluan. 

Noraknya aku, aku tidak lepas pandangan darinya. Aku terus berdoa semoga dia melihat ke arahku dan membalas senyumanku. Saat dia sibuk dengan barang-barangnya, aku kegirangan saat dia melihat ke arahku dan lalu dia tersenyum padaku. Senyumannya itu penuh arti. Aah aku dibuat lemas dengan balasan senyumannya. Dengan wajahku yang penuh pengharapan dan senang tiada tara, ternyata teman-temanku tanpaku sadari membuat sebuah rencana dan itu berhasil. Dua diantara teman-temanku tiba-tiba berada di tempat dimana pria itu berdiri dan aku shocked karena mereka tiba-tiba memperkenalkan diri kepada pria itu dan membicarakan sesuatu bahwa ada seseorang disebrang sana, yaitu aku, ingin berkenalan dengan dia. Dengan wajah panik dan tidak bisa mengontrol diri, aku pun malu bercampur takut ketahuan istrinya. Tidak berapa lama, teman-temanku mengajakku untuk menghampiri pria itu dan berkenalan secara langsung. Tangan aku gemeteran, begitupun dengan detak jantung ini yang berdegup kencang seperti habis treadmill. Aku malu tapi aku senang. Aku speechless tiba-tiba lidah ini kelu dan tidak sepatah kata pun aku ucap kecuali menyebutkan namaku saja. Belum juga merasakan tenangnya detak jantung ini kembali normal, istrinya pun datang menghampiri dan Bang Azis pun meninggalkan kami. Aku yang masih berkeringat dingin dan senang tidak kepalang, masih berasa setengah sadar, antara nyata baru berkenalan dengan bang Azis atau itu hanya khayalanku saja. Akhirnya aku duduk kembali tidak jauh dari tempat kami berkenalan. Dan, hebatnya teman-temanku, mereka ternyata memiliki rencana yang lain, yang tentunya aku tidak tahu. Mereka sok akrab dengan bang Azis dan ngobrol-ngobrol dengan rombongannya. Saat itu aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, aku diam saja sambil melihat tingkah teman-temanku yang sok akrab dengan bang Azis. Jujur, aku iri sama teman-teman. Bukan kah harusnya aku yang ngobrol sok akrab dengan bang Azis, kenapa malah akrabnya dengan teman-temanku. Ah sudah lah, saat itu aku kalah, tidak seperti biasanya aku yang tidak memiliki keberanian mendekati seorang pria. Aku termasuk wanita "playgirl", aku bisa pacaran dengan 2 orang pria dalam waktu yang bersamaan. Namun aku aneh dengan diriku yang sekarang ini, kenapa aku sama sekali tidak punya keberanian untuk mendekati pria itu, harusnya kan aku bisa. 

Lama menunggu teman-temanku yang asyik ngobrol dengan bang Azis, akhirnya mereka kembali ke tempat aku duduk. Dan mereka menceritakan sesuatu yang bikin aku shock tapi ini benar-benar bikin aku senang. Ternyata perempuan yang selalu dekat dengan bang Azis itu bukan lah istrinya, tapi kakak perempuannya yang paling besar. Ya, Tuhan... Ini hanya ujian-Mu saja kah pasca umroh atau ini anugrah untukku?? Aku senang sekali sampai ludah pun rasanya susah untuk ditelan. Dan teman-temanku pun sudah memberikan nomor HP ku pada bang Azis dan mereka menyimpan nomor HP bang Azis tapi tidak langsung memberikannya padaku. AAAhhh.. gemas rasanya aku dijahilin teman-teman. 

Akhirnya keluarga besarku dari Bandung pun menjemput di asrama. Ah, senangnya akan segera kembali beraktivitas dan mengisi jam siaran ku lagi. Selang berapa hari, senyuman bang Azis masih membayangi pikiranku. Jujur, dia tidak ganteng, masih kalah ganteng dengan pacar dan mantan-mantanku. Tapi entah kenapa bayangannya tidak bisa aku lupakan begitu saja. Tidak sabar rasanya ingin segera memiliki nomor HP-nya, dan aku pun segera meminta kepada temanku. Dag dig dug! Aku sudah mendapatkan nomor HP-nya tapi mendadak bengong dan cukup lama aku memandangi nomor HP yang aku save di phonebook Blackberry-ku. Tak berapa lama, ring tone BB ku berdering dan aku mendadak deg-degan takut telpon itu dari bang Azis terus malah aku speechless. Aku ambil BB ku dengan perasaan senang dan deg-degan, lalu aku lihat dilayar HP ternyata kekasihku, Iqbal, yang menelpon. Tidak seperti biasanya responku datar saat menerima telpon dari Iqbal. Aku sudah mengharapkan bang Azis yang menelpon ku, ternyata bukan. Mungkin bang Azis tidak ada perasaan sedikit pun, atau mungkin sebenarnya bang Azis sudah memiliki kekasih, atau mungkin dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, atau no HP-ku hilang begitu saja. Ah, banyak sekali alasan yang aku buat sendiri. Karena aku tidak mau melewatkan kesempatan ini, selagi aku memiliki no HP bang Azis, dengan memberanikan diri aku kirim SMS ke bang Azis dan tak berapa lama SMS ku pun dibalasnya. Balasannya memang datar, karena aku memang hanya menanyakan kabarnya saja sebagai pertanyaan basa-basi. Aku lalu mengirimkan SMS lagi, saat itu aku benar-benar tidak memikirkan hal terburuk sekalipun, biarlah bang Azis berpikir bahwa aku memang menaruh hati padanya. SMS pun saling berbalas dan keesokan harinya aku memberanikan diri untuk menelponnya. "Assalamu'alaikum, hai bang Azis, ini aku Indah. Lagi ngapain, bang?? Sibuk gak? Kapan-kapan kita ngopi bareng yuk!" sambil bibir ini bergetar dan jantung berdetak kencang, aku sok akrab ngobrol di telpon dan berinisiatif mengajaknya ngopi-ngopi di coffee shop. Entah memang sifatnya pendiam atau karena aku orang baru, bang Azis pun menjawab telpon ku dengan datar, tidak terdengar nada kebahagiaan diajak ketemuan olehku. 

Weekend pun datang, dan di sabtu pagi aku mendapat SMS dari bang Azis yang memberitahuku dimana tempat kita nanti bertemu. Dan syukurnya, Iqbal weekend ini tidak bisa ke Bandung karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum senin. Aku bergegas mandi dan sibuk mencari pakaian, karena aku ingin terlihat beda dari terakhir bertemu di asrama haji. Sampai lah kami di salahsatu coffee shop dan mulai ngobrol-ngobrol. Bang Azis yang cool dan datar selama ngobrol denganku, aku berpikir dan yakin bahwa bang Azis memang tidak menaruh hati sedikit pun padaku. Tapi aku tidak menyerah begitu saja, hari demi hari aku getol SMS bang Azis dan sesekali menelpon nya. Dua minggu berlalu, dan bang Azis pun masih terlihat cool dan entah setan apa saat itu yang melintas dipikiranku, aku tiba-tiba mengungkapkan isi hatiku pada bang Azis, bahwa aku sudah menaruh hati sejak pertama bertemu di asrama haji itu sampai sekarang. Aku merasa pasca umroh itu bayangan bang Azis selalu hadir mengisi hari-hariku, dan anehnya, perasaanku pada Iqbal pun semakin menurun. Bang Azis agak kaget mendengar pengakuanku siang itu. Dan responnya pun sama dengan dua minggu lalu. Dia lalu bertanya, "memangnya kamu belum punya pacar gitu? Kamu kan cantik, pasti banyak pria yang bakal patah hati kalau sampai mereka melihat kita berdua." Aaahh... rasanya aku ingin berpura-pura tidak mendengarkan apa yang baru saja aku dengar. Dengan berat hati pun aku menjawab,"Hmm.. pacar sih aku ada dan kami sudah pacaran 3 tahun. Tapi entah lah, setelah bertemu abang, aku malah lebih ingin mengenal sosok abang dan perasaan ke abang pun sekarang lebih besar ketimbang ke pacarku sendiri". Ah, bodohnya aku begitu gamblang cerita tentang perasaanku. Karena sudah tanggung cerita, lalu aku ceritakan pula lah bahwa aku sudah ingin segera menikah, namun kekasihku belum saja melamarku. Dan sejak melihat bang Azis di asrama sebelum ke Mekah, aku ada feeling kalau bang Azis itu jodoh aku. Dengan perasaan sedikit plong tapi aku malu karena kata-kata itu keluar begitu saja. 

Hari demi hari pun kami semakin dekat, sampai suatu hari bang Azis meminta izin untuk bisa bersilaturahmi dengan keluargaku. Kaget, senang, bahagia, tapi aku bingung, bang Azis ke rumah bersilaturahmi untuk melamarku kah?? atau hanya berkenalan dengan keluargaku?? Aku kan belum putus dengan Iqbal. Bagaimana nanti tanggapan dari keluargaku yang belum tahu kalau aku lagi jatuh cinta lagi. Aaah.. banyak pertanyaan dibenakku sampai aku tak menjawab pertanyaan bang Azis. 

Dua bulan kemudian, bang Azis mengutarakan keinginannya untuk melamarku, aku kaget, karena aku masih menjalani hubungan dengan Iqbal. Tapi, kalau aku menolak bang Azis, lalu kapan aku akan menikah?? Aku kan ingin menikah cepat. Sekarang ada pria yang aku suka dan ada niatan mau melamarku, kenapa aku harus menolaknya. Tanpa berpikir berminggu-minggu, lusa aku menelpon Iqbal dan aku bilang hubungan ini selesai. Kami putus dan aku bilang bahwa aku ingin menikah dan saat ini ada pria yang siap meminangku. Tak lama aku ceritakan pada kedua orangtuaku, bahwa ada pria lain yang aku suka dan dia siap melamarku. Orangtuaku cukup kaget karena yang mereka tahu aku belum putus dari Iqbal. Aku jelaskan kronologisnya, sejak kapan dan dimana aku bertemu dengan bang Azis. Dan syukurnya, kedua orangtuaku bijak menanggapinya, dan mereka mengundang bang Azis bersilaturahmi ke rumah. 


Sabtu malam, bang Azis memenuhi undangan silaturahmi dari kedua orangtuaku. Aku senang dan rasanya seperti ABG sedang jatuh cinta. Bang Azis yang sederhana dan dewasa mampu membius kedua orangtuaku dan tidak disangka bang Azis mengutarakan langsung pada orangtuaku untuk segera meminangku. Dia pun tak ingin berlama-lama untuk saling mengenal, biarlah masa penjajakan dan pengenalan satu sama lain dijalankan seiring kami berrumah tangga. Dan bang Azis pun mengutarakan bahwa dia sesungguhnya duda. Aku kaget, aku tidak tahu sama sekali tentang hal itu, tapi aku menerima dia apa adanya, biar lah itu menjadi masa lalunya, begitupun kedua orangtuaku yang menanggapi dengan bijak. 


Hari istimewa itu pun datang. Hari yang aku tunggu-tunggu berjalan dengan khidmat dan lancar. Yes, sekarang statusku sudah berubah, aku istri sah dari bang Azis. Kebahagiaan yang sesungguhnya. Alhamdulillah, doaku dikabulkan oleh-Nya. 


Kehidupan baru pun mulai aku jalani. Aku tinggal di rumah bang Azis yang asri di bilangan kota. Rumahnya memang sudah dia siapkan untukku, hasil dari kerja kerasnya selama ini. What a wonderful life! Tanpa masa pacaran yang lama dan sama-sama bekerja, ternyata bang Azis sudah benar-benar mapan. Dia memiliki apartment di dekat rumah kami, memiliki mobil dan motor. Aaahh indahnya hidup ini, seindah namaku. Sepintas aku kepikiran mantanku, Iqbal, kalau aku menunggu dia untuk meminangku, akan sampai kapan? Rumah pun dia belum punya. Tuhan memang sayang sama aku. Banyak kemudahan yang aku dapat tanpa waktu lama, tanpa usaha yang berat. Aku sayang suamiku dan aku tak akan pernah meninggalkan dia sampai kapan pun. 

Hari-hari pun kami lewati dengan indahnya, seperti yang sedang pacaran. Aku mulai mengenal karakter dan sifat-sifatnya. Abang dengan karakternya yang pendiam dan tidak romantis sempat membuatku jengkel. Belum pernah selama hidupku berpacaran dengan pria yang super cool dan tidak romantis. Jujur, selama ini aku lah yang lebih manja dan agresif. Dan karakter abang yang seperti itu pun akhirnya aku terima dengan lapang dada. Tak berapa lama menjalani "masa pacaran", kami pun dikaruniai seorang anak. Aku hamil dan selama hamil pun aku semakin manja dan abang semakin cuek. Gemas rasanya diperlakukan seperti itu, beda dengan mantan-mantan dan keluargaku yang selalu memanjakanku. Huff.. Kehidupan pun memang sudah berubah. Aku adalah istri dari bang Azis yang super cuek, tidak romantis dan sepertinya dia memang tidak cinta padaku. Dia menikahiku hanya karena aku suka dia duluan dan aku yang ingin menikah cepat. Apakah ini keputusanku yang terburu-buru dan salah?? Pertanyaan itu selalu aku tanyakan pada Tuhan. Tapi, aku tetap menjalani biduk rumah tangga ini dan berusaha sabar menerima abang apa adanya. 


Sembilan bulan aku mengandung buah kasih sayang aku dengan bang Azis, aku melahirkan, dan Alhamdulillah kami dikaruniai anak perempuan yang cantik. Konflik pun mulai muncul ke permukaan pasca melahirkan. Disaat aku butuh orang yang dapat men-support dan merawat buah hati kami, disaat itu pun bang Azis semakin cuek apalagi didukung dengan hobby baru nya. Aku merasa dicampakkan dan merasa sendiri. Padahal yang aku bayangkan dulu, menikah, mengurus anak bersama suami, tapi nyatanya tidak seperti yang aku bayangkan. Suamiku seorang workaholic dan pekerja keras. Hari-harinya lebih banyak dihabiskan di kantor ketimbang di rumah. Di rumah pun hanya tempat untuk istirahat, mandi, dan makan, sesekali bermain dengan Azra, anak kami. Tidak ada kata-kata romantis yang abang tujukan padaku. Sepulangnya dari kantor, cerita tentang pekerjaan kantornya dan ketambah sekarang dengan hobby barunya di dunia fotografi. Aku semakin merasa tidak disayangi dan pikiran bahwa dia terpaksa menikahiku pun sering muncul dibenakku. Aku ingin menangis, aku ingin teriak, aku ingin kembali tinggal bersama orangtuaku yang biasa memanjakanku. Tapi, aku sadar, aku sudah menikah, aku sudah bukan tanggungan orangtuaku lagi. Aku bersabar untuk itu, aku terus berusaha supaya abang dapat mencintaiku seperti aku mencintai abang. 


Azra tumbuh semakin besar dan sekarang dia memasuki umur ke 6 tahun. Alhamdulillah, kami dikaruniai titipan anak dari Tuhan lagi. Aku hamil lagi. Hubungan Azra dengan papanya cukup akrab, papanya sangat memanjakan Azra, tapi tidak begitu denganku. Abang masih seperti dulu, pria yang super cuek dan tidak romantis, tapi sangat menyayangi Azra. Biar lah aku pikir, kalau memang abang tidak sayang sama aku, setidaknya abang sayang dengan anak kami. Delapan setengah bulan berlalu, dan aku pun melahirkan anak kami yang kedua. Kedua anak kami lebih mirip papanya. Entah lah, tidak ada dari kedua anakku yang mirip denganku, warna kulitnya sama dengan papanya yang hitam. Yaa semoga saja karakter kedua anakku tidak sama dengan papanya. Anak kedua kami, kami beri nama Salsabilla. Anak yang hitam manis, sangat mirip dengan papanya.

Beberapa minggu pasca aku melahirkan Billa, begitu nama panggilan Salsabilla, sikap abang mulai terlihat aneh dan kesibukan pekerjaan di kantornya lebih dari biasanya. Sering lembur dan dinas keluar kota. Waktu untuk kami bertemu pun hanya beberapa jam saja, itu pun sesampainya di rumah dia sempatkan main dengan Azra dan Billa, lalu tidur dan bangun esok hari kembali beraktivitas. Begitulah kegiatan dia sehari-hari. Aku tidak mencurigai dia ada PIL (Perempuan Idaman Lain) karena sikap abang yang super cuek dan pemalu itu, aku tidak yakin dia bisa mendekati perempuan lain. Sikap abang dengan anak-anak tidak ada yang berubah, tapi semenjak abang memiliki ponsel Blackberry (BB), dia berubah. Tidak biasanya sikapnya seperti itu. Sering menyendiri di pojok ruang tamu dengan lampu redup dan BBM-an sampai tengah malam. BB menjadi kebutuhan pokoknya dalam beberapa minggu ini. Dan BB-nya itu pun selalu dia bawa kemanapun dia pergi, sampai ke toilet pun dia bawa. Dulu, dia termasuk anti BB karena dia lebih menyukai gadget iPhone dan Android yang juga mendukung pekerjaan dan hobbynya selain fotografi. Abang pun mulai berpakaian rapih dan sering melakukan shaving. Aku mulai curiga dia mengalami puber kedua. Aku senang melihat abang dengan penampilannya yang lebih rapih dan bersih, tapi kenapa perubahannya baru sekarang-sekarang ini? Ah, mungkin itu hanya kecemburuanku saja. Mungkin saja abang melihat teman-temannya yang rapih dan dengan hobby nya yang sekarang sedikit banyak menuntut abang untuk berpenampilan rapih. Lagi-lagi kecurigaanku hanya aku simpan di benakku saja, lagian aku pun terlalu sibuk untuk mengurusi hal-hal seperti itu, ada yang lebih penting lagi yaitu mengurus baby Billa dan kakak Azra. 

Kegiatanku sebagai fulltime penyiar radio pun cukup menyita waktu, maka kami menyewa seorang babysitter dan pembantu untuk membantu mengurus rumah tangga. Abang dengan kesibukannya di kantor, aku siaran di radio, dan anak-anak bersama pembantu di rumah. Sebenarnya bukan ini yang aku inginkan, tapi hobbyku ini pun salahsatu penyemangatku melewati biduk rumah tanggaku yang bisa aku bilang tidak harmonis. Aku mulai lelah dengan semua ini. Aku tidak mendapatkan kasih sayang dan hal-hal romantis lainnya dari bang Azis. Apakah aku benar-benar salah memilih suami?? - Pertanyaan itu pun sering hinggap di benakku. 


Ratih, sahabatku selama beberapa tahun ini yang juga sama-sama penyiar di radio yang sama, mendapati suaminya selingkuh. Ratih selalu curhat dan nangis-nangis di depanku. Perubahan sikap suaminya hampir mirip dengan perubahan bang Azis. Dan aku pun semakin yakin kalau abang selingkuh. Tapi belajar dari pengalaman Ratih, aku mencoba mencari tahu terlebih dahulu siapa kah wanita yang selama ini mampu merubah sikap suamiku itu. Oh, thanks God and thanks to technology nowadays! Semua terjawab dan aku kenal wanita yang menjadi selingkuhan suamiku. Aku pura-pura menjadi "drama queen", pura-pura tidak tahu hubungan yang mereka lakoni, aku pura-pura kuat dan aku baru merasakan selama menikah dengan abang cemburu yang menguras hati. Selama usia pernikahan kami 8,5 tahun ini, baru kali ini aku cemburu oleh perempuan lain. Dan hebatnya, perempuan itu tidak cantik dan menurutku tidak ada yang istimewa. Sampai suatu hari, bukti-bukti perselingkuhan pun mulai terkuak. Malam itu, aku mendapati abang sedang BBM-an jam 2 dini hari dan dia senyum-senyum bahagia. Kesabaranku sudah habis! Aku tidak bisa tinggal diam begitu saja. Aku harus melakukan sesuatu. Dan lagi-lagi Tuhan membantuku, aku mengambil dengan paksa BB yang sedang digenggam abang. Lalu aku baca BBM yang masih masuk, dan kecurigaanku selama ini pun terjawab sudah. Dengan membaca semua chat history BBM abang dengan Ananda -perempuan selingkuhan abang-, aku bisa pahami semua isi BBM itu, dan saat itu aku menangis dan marah. Selama ini aku begitu sabar menghadapi sikap abang yang super cuek, mengurus kedua anak kami, tapi apa balasan yang aku dapat?? Aku mendapati suami yang aku cintai selingkuh dengan perempuan yang selama ini sering abang sebut-sebut namanya. Aku tidak sadar bahwa nama itu adalah nama selingkuhan abang. Aku merasa bodoh dan dikhianati. Tapi, aku tidak mau menjadi manusia bodoh yang kedua kalinya, aku mengirimi pesan singkat ke perempuan itu dan aku katakan bahwa aku sudah mengetahui hubungan perselingkuhan ini. Aku sakit, sakiiiiiit sekali hati ini. 


Keesokan harinya, aku mendatangi tempat Ananda sedang bekerja, yang kebetulan dia update statusnya di twitter. Aku datang, dan dia kaget aku datang bersama sabahatku. Aku menunggu dia selesai bekerja, setelah itu aku ditemani Ratih, membahas masalah perselingkuhannya dengan suamiku. Pembicaraan kami cukup panjang dan menguras hati dan kesabaran. Aku menahan rasa sakit hati ini, untungnya Ratih ada di sampingku. Aku minta Ananda menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku, dan entah sudah ada komunikasi sebelumnya dengan suamiku atau tidak, tapi apa-apa yang Ananda utarakan sama dengan apa yang bang Azis sudah jelaskan tadi malam denganku. Tapi aku tidak percaya dengan apa yang sudah dikatakan suamiku dan juga Ananda. Aku tidak percaya bila mereka tidak ada hubungan khusus, maksudku, hubungan fisik diantara mereka yang lebih intimate. Ananda tidak cantik, tidak istimewa, lalu apa yang suamiku suka dari diri Ananda?? Tidak mungkin jika mereka tidak ada hubungan fisik yang lebih intimate. Aku lebih cantik, aku lebih berpendidikan, dan aku lebih kaya dari Ananda. Kenapa suamiku berpaling dengan perempuan lain yang biasa seperti Ananda? Aku tidak kuat, aku menangis dan menangis lagi. 


Aku proteksi super ketat dan menyadap akses suamiku. Aku tidak mau suamiku masih berhubungan dengan perempuan itu. Setiap hari aku antar dan jemput suamiku ke kantornya. Bila dia ada meeting diluar kantor, aku yang mengantarkannya. BB yang selama ini dia agung-agungkan, aku banting karena aku kesal. Abang kembali menggunakan ponsel Android nya. Aku tertekan. Setiap malam aku berdoa dan berpikir, kenapa suamiku memilih perempuan lain yang biasa saja?? Apa keistimewaan Ananda dari ku? Apa yang bisa Ananada berikan sampai suamiku begitu mencintai wanita itu, dan bukan aku? Apakah kegundahan hatiku selama ini tentang salah memilih suami karena aku terlalu terburu-buru ingin menikah itu benar adanya? Otakku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tidak mampu aku jawab sendiri. Hubunganku dengan abang semakin membaik. Komunikasi kami pun mulai kembali lancar, hanya saja aku sering mendapati suamiku duduk termenung sendiri seperti tidak ada gairah hidup. Apakah aku telah melakukan tindakan salah dengan melabrak Ananda? Dan, apakah harusnya aku biarkan suamiku berselingkuh dan aku pura-pura tidak tahu menahu atas hubungan itu? Aku stress dengan masalah ini. Kasihan anak-anak kami, mereka jadi sedikit terlantarkan olehku. Malah, sikap abang yang berubah. Dia lebih dekat dengan anak-anak begitupun anak-anak yang senang bermain dengan papanya. 

Tanpa aku ketahui selama 2 minggu terakhir ini apakah Ananda dan suamiku ada komunikasi lagi, aku berinisiatif mendatangi rumah Ananda. Aku mencari tahu foursquare yang biasa Ananda check-in. Dan alhamdulillah aku mendapatkan alamat rumahnya. Tanpa sepengetahuan abang, aku ditemani Ratih mendatangi rumah Ananda. Sesampai di rumahnya yang sederhana, aku mendapati keadaan rumahnya yang sepi dan hening. Jangan-jangan aku salah rumah. Lalu aku coba ketuk dan bel rumahnya, datanglah seorang pria yang adalah ayahnya Ananda. "Assalamu'alaikum, saya Indah temannya Ananda, Ananda nya ada di rumah, oom?? Bisa aku kami bertemu Ananda??" lalu sang ayah menjawab,"Maaf, kalian temannya Ananda dimana? Maaf, kita ngobrol diluar saja ya nanti kedengaran mamanya Ananda yang sedang sakit". Aku berpikir, wah ada apa nih kok sepertinya papanya Ananda menutupi sesuatu. Lalu aku jawab pertanyaan papanya,"Saya Indah, teman Ananda di radio dulu. Kami sudah lama tidak bertemu, kebetulan saya di mutasi ke Bali, Sekarang Ananda nya ada, oom?" sambil agak berbisik, papanya menjawab,"Ooh.. belum mendengar kabar Ananda yah? Ananda di rawat di Rumah Sakit, tapi mamanya tidak tahu karena mamanya sedang sakit stroke dan kalau mamanya tahu bisa sangat sedih. Makanya saya obrolin ini di luar juga." Mendengar penjelasan papanya Ananda, aku dan Ratih shock. Sepintas aku berpikir, apakah gara-gara aku labrak jadi sekarang dia di rawat di Rumah Sakit?? - Tak berapa lama papanya mengatakan sesuatu dengan berbisik-bisik lagi,"Ssssttt... Jangan sampai mamanya Ananda tahu ya.. Mamanya tahu Ananda sedang ada pekerjaan di Bali. Kalau mau menjenguknya, ini oom kasih nomor kamar dimana Ananda di rawat. Dan salamkan salam oom karena belum bisa menjenguknya, mamanya tidak ada yang pegang". Entah kenapa yang tadinya aku mau marah-marah bertemu Ananda, dengan mendengar penjelasan dari papanya, sepertinya Ananda sakit parah dan aku tiba-tiba sedih. Sebelum pamit pulang, aku meminta izin papanya Ananda untuk dapat bersilaturahmi dengan mamanya Ananda. Dan kami pun dipersilahkan masuk ke kamar mamanya. Kami bertemu dan memperkenalkan diri bahwa kami teman Ananda di Radio. Tak berapa lama mamanya mengatakan sesuatu namun kami tidak mengerti kata-katanya, dan papanya mengatakan bahwa mamanya Ananda tidak bisa bicara karena stroke, selain itu tangan dan kaki kanan nya pun tidak bisa digerakkan. Oh, pantas tadi kami salaman, kok mamanya bersalaman dengan tangan kirinya. Aku tidak kuat, aku sedih, aku ingin menangis dengan keadaan mamanya. Aku langsung pamit minta izin pulang lalu kami tanya papanya di teras, dengan siapakah Ananda sekarang di Rumah Sakit?? Siapa yang menjaganya?? Papanya jawab,"Ananda ditemani sahabat-sahabatnya. Mereka bergantian datang tapi saat malam tiba, Ananda hanya sendiri saja. Kakak-kakaknya di Jakarta jadi tidak ada yang bisa menungguinya semalaman. Aku langsung pamit dan mengajak Ratih untuk menemui Ananda di Rumah Sakit. Dengan hati yang masih sedikit marah dan rasa cemburu yang masih membara, kami pun sampai di Rumah Sakit dan aku telpon bang Azis kalau aku akan pulang telat karena mau menjenguk teman yang sakit. 


Sesampainya di Rumah Sakit, sebelum masuk ke ruangan Ananda di rawat, seorang perempuan teman Ananda menghampiriku dan berkata,"Kamu Indah ya? Kamu istrinya bang Azis ya? Mau ngapain kamu datang kesini?? Belum cukup yah bikin Ananda sedih? Lebih baik kamu tidak masuk." Loh kenapa temannya jadi marah-marah sama aku? Yang ada juga kan aku yang marah-marah, aku yang disakiti dan dikhianati, kenapa aku mendapat perlakuan seperti ini? Apa yang Ananda katakan pada temannya? Dengan sedikit memaksa, aku membuka pintu ruangan khusus dimana Ananda di rawat. Aku masuk ke ruangan itu sendiri, setelah melihat sekilas keadaan Ananda, aku tidak kuat melihatnya dan lalu aku segera berlari dan memeluk sahabatku. "Ada apa?? Ada apa?? Kenapa kamu menangis, Ndah?" Aku melemas dan akhirnya kami duduk di kursi bersebelahan dengan sahabatnya Ananda. Sambil menangis aku bertanya pada sahabatnya,"Apa yang terjadi dengan Ananda?? Kenapa begitu banyak alat yang dipasang di tubuh Ananda?? Katakaaann...." Sambil mengeluarkan sehelai tissue dari tas nya, sahabat Ananda mengatakan,"Nanda sudah mengalami koma selama 6 hari dan hanya mukjizat Tuhan yang dapat mengembalikan keadaan seperti sedia kala." Aku menangis tidak henti. Aku merasa bersalah. Dan aku tidak tahu harus berbuat apa selain menelpon abang. Sambil terisak-isak, aku menelpon abang dan memberitahukan aku sedang ada dimana dan aku minta abang datang ke Rumah Sakit.


Setengah jam kemudian abang datang sendiri, lalu dia memelukku dengan erat. Belum pernah rasanya aku dipeluk abang seperti ini. Lalu abang bertanya,"Siapa yang sakit, bunda?? Temannya sakit apa?? Kenapa bunda nangis seperti ini?? Sini sini papa peluk.. Papa akan selalu mendampingi bunda." Aneh memang, hampir selama 8,5 tahun aku menjalani rumah tangga dengan abang, tidak pernah abang memperlakukan aku seperti malam itu. Sambil abang menenangkan aku, sahabat Ananda pun mengatakan sesuatu pada abang,"Bang Azis, lebih baik abang dan istri abang pergi dari Rumah Sakit ini dan jangan berhubungan lagi dengan Ananda sedikit pun. Aku akan melindungi Ananda dari orang-orang jahat seperti kalian, khususnya istri abang!" Mendengar itu lalu aku dengan sok kuat bicara pada sahabat Ananda,"Bisa kah kamu diam dan tenang dulu! Abang tidak tahu apa-apa. Abang aku suruh datang kesini supaya dia bisa lihat keadaan Ananda sekarang!" Sesegera itu abang melepaskan pelukannya dariku, lalu dia masuk ke ruangan khusus itu dan melihat Ananda dengan banyak alat yang di pasang di tubuhnya. Abang shock. Abang menangis. Abang sampai terduduk di lantai dan menangis se-sedih itu. Aku tahu abang pasti terpukul. 

Waktu menunjukkan pukul 20.53 WIB, aku pun mengajak abang pulang dan beristirahat di rumah. Tapi, abang tidak mau ikut aku pulang, abang ingin menemani Ananda di Rumah Sakit. Aku istrinya, kenapa abang lebih memilih menemani Ananda?? Tidak kah dia ingat bahwa di rumah ada 2 anak perempuannya yang sedang menunggu kehadiran papa dan bunda nya pulang. Aku sakit! Aku merasa di injak-injak oleh suami sendiri. Dengan berat hati akhirnya aku pulang diantar Ratih. Dan aku sampai di kamar rumah, aku menangis dan tiba-tiba kepikiran membuka inbox e-mail abang yang kebetulan password nya aku tahu karena terkuaknya perselingkuhan abang 2 minggu lalu. Dengan hati yang sok tegar dan kuat, aku membuka e-mail abang di iPad milik abang. Aku terkejut, begitu banyak e-mail dari Ananda dan e-mail terakhir tepat sebelum Ananda masuk Rumah Sakit. Ternyata abang dan Ananda masih berhubungan via e-mail. Aku merasa di bohongi lagi. Hati ini sakit sekali! 


E-mail demi e-mail pun aku baca, berat tapi aku semakin ingin tahu apa saja yang sudah mereka bicarakan dalam e-mail tersebut. Di mulai dari e-mail 6 bulan lalu, yang menyatakan bahwa Ananda begitu nyaman berada dekat dengan suamiku. Dan disana pun Ananda menulis bahwa dia sadar betul hubungan ini tidak baik untuk dijalankan, tapi karena kekuatan hati diantara mereka pun yang menjadikan hubungan ini tetap terjalin. Aku sok kuat membacanya. Lalu aku membaca e-mail yang abang kirim ke Ananda yang masih tersimpan di "sent item". Kata-kata cinta yang mereka saling ungkapkan, sama sekali tidak pernah aku dapatkan dari abang. Aku sedih. Lalu, ada 1 e-mail panjang dari Ananda yang menjelaskan kronologis hubungan terlarang itu terjalin. Aku kaget. Ternyata niat awal Ananda dekat dengan abang adalah untuk merekatkan hubunganku dengan abang yang tidak harmonis. Ananda banyak menyebutkan kalimat-kalimat dukungan untuk abang dapat mencintai aku sebagai istrinya. Saran-saran agar abang dapat lebih dekat dengan anak-anak dan aku sendiri. Ananda memberikan saran untuk abang sesekali membelikan hadiah kecil di luar anniversary atau ulangtahunku karena Ananda bilang perempuan menyukai hal terkecil sekalipun dari suaminya. Bukan harus selalu mentransfer uang gaji nya tiap bulan saja, tapi hal-hal kecil yang dianggap sepele itu perempuan menyukainya. Terus abang disuruh Ananda untuk selalu menemani anak-anak saat bermain bahkan mengerjakan tugas sekolahnya kakak Azra. Dan juga, Ananda sering meminta abang untuk lebih memperhatikan komunikasi antara aku dan abang, mengajak anak-anak bermain bersama, menemani aku berbelanja keperluan rumah tangga bulanan, menemani aku datang ke konser musik, mengajak aku untuk ikut dalam setiap pekerjaan motretnya, dan masih banyak lagi. Aku termenung, aku terharu, aku sedih, aku tidak bisa berkata apa-apa. Dan yang lebih aku kaget adalah, abang mengungkapkan bahwa abang setelah bertemu Ananda merasa seperti anak muda lagi dan lebih bergairah ketimbang dengan istri sendiri. Abang pun bilang bahwa dia tidak mencintai aku, istrinya, yang dia cintai hanya Ananda. Abang terpaksa menjalani rumah tangga yang semakin tidak harmonis ini hanya karena adanya dua buah hati kami. Abang tidak pernah mencintaiku. Aku sedih dan aku pun menangis semalaman. 


Aku sudah salah menilai Ananda selama ini. Aku selalu berpikir negatif tentang Ananda, karena aku pikir apa lah istimewa nya Ananda yang tidak cantik itu. Ternyata kecantikan bukan hal yang crusial dalam menjalani sebuah hubungan. Aku sadar, abang tidak pernah mencintaiku dan abang hanya cinta pada wanita yang sekarang berbaring di Rumah Sakit. Aku sadar pula bahwa aku telah salah memilih suami. Dulu, aku terlalu terburu-buru ingin menikah. Aku tidak memikirkan perasaan abang pada saat itu. Abang tidak pernah se-bahagia itu denganku, even saat berkomunikasi via BBM saja, abang lebih semangat dan cepat membalas BBM Ananda daripada BBM dariku. Aku tidak tahu harus bagaimana kedepannya. Apakah aku harus merelakan bang Azis dengan Ananda?? Atau aku biarkan aku yang selfish dan tetap berusaha supaya abang mencintaiku sampai kapan pun. Tuhan, berikan lah jawabannya.. Apa yang harus aku lakukan?? Aku tahu abang pasti tidak akan pernah bahagia bila dipaksakan menjalani rumah tangga ini. Doa-doa ku pun hilang karena aku tertidur karena capai menangis semalaman. 


Pagi yang cerah, aku dibangunkan abang yang baru pulang dari Rumah Sakit dan tidak seperti biasanya, abang mencium keningku dan menyuruhku bangun karena si kecil menangis. Aku pun terbangun dengan mata bengkak habis menangis semalaman, begitu pun  mata abang yang terlihat lelah. Abang bergegas mandi dan siap berangkat ke kantor karena ada meeting pagi. Siang hari pun aku seperti biasa berangkat siaran di radio. Sepulang dari siaran, aku sempatkan ke Rumah Sakit dan menjenguk Ananda. Entah doa apa yang abang panjatkan tadi malam dan apa saja yang telah abang lakukan di Rumah Sakit tadi malam. Menurut seorang suster, abang terjaga semalaman dan saat suster memanggil anggota keluarganya, karena tidak ada satu orang keluarga nya pun, maka abang yang bertemu suster jaga malam itu. Ananda mengalami pergerakan dari tangannya dan abang memegangi sambil membisikkan sesuatu di telinga Ananda. Apakah ini kekuatan cinta antara mereka berdua?? Aku tidak tahu, tapi, setelah apa yang abang lakukan pada Ananda dini hari tadi, keadaan Ananda menunjukkan progress yang baik dan drastis. Tak lama aku berada di Rumah Sakit, aku pun segera pulang karena kakak Azra besok hari ujian tengah semester. 


Tanpa memberitahuku sebelumnya, abang menyempatkan diri menjenguk Ananda. Baru setelah beberapa hari seorang sahabat Ananda cerita bahwa abang hampir setiap hari menemani Ananda saat jam kantor. Hati ini merasa tertampar untuk ke sekian kalinya. Aku masih saja cemburu dan belum bisa menerima bahwa abang sebenarnya tidak mencintaiku. Keesokan harinya, aku meminta abang dengan sangat, jangan menemui Ananda lagi karena itu sangat menyakitkan hatiku. Aku tahu abang beberapa hari ini menemani Ananda di waktu jam kantor. Dan abang pun mengikuti apa keinginanku. Abang tidak menemui Ananda lagi di Rumah Sakit, bahkan sampai Ananda yang sudah pulih dari koma dan masa krisisnya kembali ke rumahnya pun abang tidak menemuinya lagi. 


Sampai suatu hari, tepatnya 1 bulan pasca Ananda dirawat di Rumah Sakit, komunitas fotografi di kantor abang mengadakan event dan untuk pertama kalinya aku ikut menemani abang sibuk-sibuk dengan teman-teman komunitasnya. Tanpa abang dan aku ketahui, seorang teman abang yang juga teman Ananda mengundang Ananda datang ke event tersebut. Aku sudah cemburu duluan saat melihat Ananda keluar dari mobilnya. Tapi dengan pengertian dari abang pun, akhirnya aku tidak terlalu mempedulikan kedatangan Ananda. Dan, masuk lah Ananda ke ruangan dimana kami berkumpul. Aku sudah melihat gerak gerik dan mata abang yang tiba-tiba berubah, abang menjadi lebih bersemangat. Lalu, dengan Pe-De nya Ananda masuk sendiri dan saat itu aku dan abang kaget karena Ananda tiba-tiba bersalaman dengan kami dan memperkenalkan diri seolah-olah kami belum kenal sebelumnya. Aku dan abang saling menatap karena merasa aneh. Apa yang terjadi dengan Ananda? Kenapa Ananda bersikap seperti itu seolah-olah belum kenal dengan kami? Lalu teman abang yang juga teman Ananda memberitahukan kami, bahwa Ananda mengalami amnesia dan beberapa STM (Short Term Memory) nya hilang. Abang shock dan mendadak meninggalkan ruangan dan kembali ke ruangan pun dengan wajah sedih dan tidak semangat untuk melakukan apapun. Aku ikut sedih melihat suamiku seperti itu. Aku bisa membayangkan, orang yang suamiku cintai mendadak tidak ingat dengannya, apalagi selama Ananda di Rumah Sakit abang yang menemaninya. 


Abang terlihat shock sekali dan tidak bisa menutupi kesedihannya di depanku. Sampai berapa lama pun abang semakin menjadi abang yang bukan aku kenal selama ini. Semakin menjadi orang yang penyendiri, banyak melamun, tidak fokus dengan pekerjaannya, dan terkadang dia lupa bahwa dia sudah menikah dan memiliki 2 anak. Abang terlihat seperti orang stress. Aku mencintai abang, aku tidak ingin abang kenapa-kenapa, aku ingin abang bahagia. Di dalam hati aku, aku tetap saja memikirkan bagaimana caranya abang mencintaiku. Harus dengan cara apakah aku meminta abang untuk mencintaiku seperti abang mencintai Ananda. Aku sudah kehabisan akal. Aku menyerah. Dan aku pun meminta talak cerai. Aku tidak bisa dan tidak kuat lagi untuk manjalani biduk rumah tangga dengan pria yang tidak mencintaiku. Pria yang sebenarnya mencintai perempuan lain. Aku ingin cerai.


Beberapa bulan kemudian, keputusan talak ceraiku pun di kabulkan oleh pengadilan dan kami pun secara sah bercerai. Hak asuh anak-anak di menangkan olehku. Alhamdulillah. Anak-anak pun, khususnya kakak Azra lebih sering ingin tinggal bersama papa nya dan aku pun tidak bisa memaksa Azra untuk tidak tinggal bersama papanya. 

Entah lah, mungkin ini yang dinamakan cinta sejati, abang dan Ananda pun dipertemukan kembali dan dengan sabar abang sedikit demi sedikit memulihkan beberapa ingatan Ananda yang hilang khususnya saat mereka menjalin hubungan. Awalnya Ananda tidak mau bertemu abang setelah ingatannya pulih, tapi, dengan kesabaran abang dan kekuatan cinta mereka, akhirnya mereka pun kembali dan abang meminang Ananda. Yang bisa ku lakukan hanya ikut senang akan kebahagiaan mantan suami dan papa dari anak-anakku. Mereka tinggal di rumah dimana aku dulu tinggal bersama dengan abang. Abang terlihat lebih bersemangat dan lebih menikmati hidup dengan Ananda. Azra, anak kami yang paling besar akhirnya memintaku untuk tinggal bersama papanya. Namanya anak kecil dan masih polos, Azra bilang dia lebih senang tinggal sama mama Nanda ketimbang dengan aku, ibu kandungnya sendiri. Sampai sekarang aku masih bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa yang salah dengan diriku?? Kenapa sampai anak kandungku saja bisa sampai jatuh cinta dengan Ananda yang tidak cantik itu? Yaa.. apapun itu, aku akan lebih memikirkan lagi untuk mengambil keputusan besar, apalagi yang menyakut perasaan hati dan masa depan. Aku tidak mau terburu-buru lagi untuk mengambil keputusan. Yang aku miliki sekarang hanya Billa, karena Billa masih menyusui. Tapi, apa jadinya bila Billa nantinya ingin tinggal bersama papanya?? Lebih baik aku mati daripada anak-anakku tinggal bersama perempuan yang aku benci tapi papa dan anak-anak sayangi. Aku pasrahkan saja sama Tuhan. Tuhan yang Maha Mengetahui. 




-Selesai-

 





No comments:

Post a Comment