Beliau yang membuatku harus kuat dan harus terus berjuang
melawan rasa pesimis ini, karena apabila aku putus asa dan tidak bersemangat
untuk menjalani hidup ini, bagaimana bisa beliau kuat pula dalam menjalani
ujian dari-Nya yang sudah 3 tahun ini melawan sakitnya pasca-stroke. Beliau
adalah ibuku, ibu kandungku. Beliau menjadi penyemangat hidupku, dikala aku
berada di titik hampir putus asa dan hilang ketidakpercayadirian, beliau lah
yang aku lihat pertama. Dengan keterbatasan gerak dan bicara, beliau masih
semangat untuk dapat sembuh. Malu rasanya apabila aku patah semangat dan putus
asa. Aku masih muda, sehat, tidak kekurangan kemampuan dalam fisik, masa iya
aku harus kalah dari ibuku sendiri. Ini memang bukan sebuah pertarungan siapa
yang menang siapa yang kalah, tapi cerminan ini lah yang selalu membuatku harus
tegar dan pantang menyerah. Beliau inspirasi terbesar sebelum ayahku. Beliau mengajarkan
banyak hal padaku. Beliau panutan bagiku.
Perbedaan aku dengan kelima kakak-kakak lelakiku adalah, semua
kakak-kakak ku sudah berkeluarga dan bekerja/berpenghasilan tetap. Mereka tidak
pernah merasakan apa yang aku rasakan, tidak punya uang sama sekali, bahkan di
saat membutuhkan orang terdekat pun mereka ada, tapi sayang, mereka tidak
merasakan apa yang aku alami dan jalani selama 3 tahun ini. Oke, mereka punya
pasangan, anak-anak, uang, dan rumah. Aku, masih nebeng tinggal bersama kedua
orangtuaku, tidak berpenghasilan tetap, sering tidak punya uang, dan kadang
masih suka pinjam/minta uang kepada orangtua. Tapi, selama 3 tahun ini, aku mendapatkan
banyak hal, dan mungkin salahsatunya adalah pahala dari-Nya karena aku hampir setiap
saat berada dekat dan merawat ibuku. Aku memang tidak digaji untuk merawat
kedua orangtuaku, tapi insyaAllah aku mendapatkan pahala dari-Nya. Uang bukan
lah semata-mata hal yang sangat diidamkan oleh semua orang, mungkin juga
beberapa diantaranya tidak bagi kakak-kakakku, mereka dipisahkan oleh jarak untuk
bertemu atau bahkan bercengkrama dengan ayah ibu kami, mereka tidak bisa
memeluk atau bersenda gurau setiap hari, melihat perkembangan ibu kami pun
tidak setiap hari mereka bisa pantau, sedangkan aku, dari mulai memandikan
pagi, memasak, membersihkan rumah, mengajarkan berbicara, fisioterapi ibu pun
aku lakukan hampir setiap hari, bergantian dengan ayah. Rasa jenuh dan capek
memang sering datang padaku, perasaan tidak disayangi anggota keluarga lain pun
aku rasakan, sebal rasanya dengan rutinitas seperti ini, tidak ada pekerjaan
yang menghasilkan uang, 24 jam berada di dalam rumah, berinteraksi dengan orang
yang sama, belum lagi apabila aku dan ayahku yang sama-sama sedang capek dan
ibu yang mencoba menjelaskan sesuatu namun kami tidak mengerti, seringkali
membuat kami capek dan emosi tinggi, yang ujung-ujungnya, berbicara dengan nada
tinggi pun terucap. Tidak berapa lama penyesalan pun muncul. Tapi ya begitulah
rutinitas kami di rumah. Kesal dan merasa tidak disayangi pun sering datang,
ketika aku capek dan tidak ada bala bantuan sedikit pun yang menghampiri, aku
berusaha sendiri sampai semua badan ini sakit, tapi tetap saja dilakukan
sendiri atau bertukar “shift” dengan ayah. Ingin rasanya aku menangis keras,
berteriak, dan berbicara kasar terhadap orang-orang yang menyepelekan pekerjaan
aku di rumahku sendiri. Aaaaarrrgghh…!!! Kalian tidak merasakan apa yang aku
rasakan dan jalaniiii! Kalian hanya melihat sekilas saja, dan itu tidak cukup!
Astagfirullahala’dzim.. tersadar bahwa sebenarnya Tuhan sayang padaku. Dia
memberiku pelajaran gratis dengan adanya keadaan ini. Aku diberi waktu untuk
mengumpulkan amalan-amalan dan pahala untuk bekal di akhiratku kelak. Kesenangan
duniawi itu hanya bersifat sementara. Belum tentu orang lain yang kelihatan
selalu bersenang-senang dan hidup tidak kekurangan materi apapun itu bahagia,
mungkin saja itu kamuflase atau malah menutupi kekurangannya, menutupi bahwa
mereka sebenarnya kurang kasih sayang orangtua, atau bahkan sudah ditinggal
orangtuanya terlebih dahulu. Alhamdulillah, ya Tuhan, aku masih memiliki kedua
orangtuaku lengkap, dengan segala keterbatasan dan kecukupan kami. Kalau aku
bisa mengutarakan langsung pada orang-orang yang sombong dan mengatasnamakan
uang untuk segalanya, “hey! Jangan lah kamu selalu melihat ke atas dan
dibutakan oleh kenikmatan dan kekuasaan uang, lihatlah ke bawah, masih banyak
orang yang membutuhkan, dan mungkin saja salahsatu atau beberapa anggota
keluarga inti kamu lah yang membutuhkan pertolonganmu.”
Kakak-kakakku semuanya baik, hanya saja aku sering merasa
ditelantarkan dan diabaikan. Mereka juga mungkin ingin berada di posisi aku sekarang,
namun karena mereka punya keluarga sendiri, mau tidak mau aku lah yang harus
berjuang sendiri. Ya sudah lah..
Maaf apabila tulisan diatas kesannya memojokkan
kakak-kakakku, tapi tidak bermaksud seperti itu, ini hanya sebuah “jeritan”
hati aku saja. Semua kakak-kakakku baik. Orang-orang yang aku maksud bukan
hanya kakak-kakakku saja, tapi oranglain yang tahu akan kondisi ku 3 tahun ini,
hanya tahu karena mendengar bukan mengalami dan melihat langsung.
#curhatabis #curcol #gadai
No comments:
Post a Comment